jual smart detox di jakarta
Obat-obatan serta Kematian Sang Raja Pop
Perhatian warga di beberapa belahan dunia tersedot ke upacara penghormatan paling akhir pada ”Raja Pop” Michael Jackson yang dimakamkan, Selasa (7/7) di Forest Lawn, Los Angeles, Amerika Serikat. Sampai saat ini kematian Jackson masihlah menyebabkan spekulasi berkaitan penyalahgunaan obat-obatan. Jackson wafat dengan cara mendadak pada 25 Juni lantas lantaran denyut jantung berhenti dengan cara mendadak (sudden cardiac arrest). Dalam hasil otopsi step pertama, kepolisian Los Angeles temukan bermacam obat pada badan Jackson serta di tempat tinggalnya, seperti meperidine serta hydrocodone, obat-obatan pereda sakit, menguatkan sangkaan kalau kematian bintang besar itu berkaitan penyalahgunaan obat. Tim penyelidik juga temukan obat penenang keras propofol di tempat tinggal Jackson. Propofol umum dipakai supaya pasien tidak sadarkan diri sebelumnya operasi besar. Walau dapat dipakai dalam dosis rendah untuk penenang, obat itu dilarang dipakai dirumah serta cuma bisa diberikan pakar anestesi. Seperti isu sekitar kehidupan serta karir Jackson, beberapa hal tak di ketahui berkaitan kesehatan Sang Bintang. Kematiannya juga menyebabkan spekulasi kuat mengenai peran beberapa dokter yang menjaga sang bintang dengan meresepkan obat-obatan terlalu berlebih. ”Ketergantungan obat-obatan pereda sakit dapat mengganggu manfaat respirasi. Tingkat respirasi melamban sampai berhenti bernapas. Hal semacam ini mengakibatkan hipoksia atau kekurangan oksigen dalam darah, ” kata dr Douglas Zipes, juru bicara The American College of Cardiology. MenahunJackson miliki histori panjang permasalahan kesehatan sampai alami ketergantungan obat-obatan bertahun-tahun seperti ditulis beberapa media. Pada th. 1984 ia jadi korban kebakaran saat menyanyi untuk iklan minuman di Los Angeles dalam ledakan asap dampak spesial. Mengakibatkan, ia mesti dioperasi besar, serta kerap nyeri hingga alami ketergantungan obat-obatan pereda sakit. Ia juga menanggung derita lupus th. 1980-an dan sekian kali melakukan bedah plastik. Th. 1993, dr Arnold Klein yang mengatasi permasalahan kulit Jackson menyebutkan kalau artis itu menanggung derita vitiligo, penyakit kulit yang bikin seorang kehilangan pigmen pembuat warna kulit, rambut, serta mata. Jackson dirawat dirumah sakit lantaran nyeri dada th. 1990 serta tunda konser lantaran dehidrasi pada Agustus 1993. Tour konser diperpendek pada November 1993 lantaran ia kecanduan obat keras pembasmi nyeri saat hadapi tuntutan hukum masalah sangkaan paedofilia. Dalam sistem persidangan masalah sangkaan pelecehan seksual pada anak pada Juni 2005, Jackson kembali dirawat di RS lantaran nyeri punggung. Dr Deepak Chopra pada CNN menyebutkan, Jackson pernah memohon diresepkan narkotik pada th. 2005 lantas. Masalah kesehatan, belitan permasalahan hukum, serta tuntutan untuk tampak sempurna pada Jackson dikira beberapa pihak menyebabkan pemakaian obat-obatan dengan cara kronik. KetergantunganHingga saat ini penyebabnya kematian Jackson belum di ketahui dengan cara tentu serta masihlah diselidiki kepolisian setempat. Tetapi, spekulasi sekitar peran obat-obatan dalam kematian bintang besar itu sekurang-kurangnya mengingatkan kita untuk mewaspadai bahaya mengkonsumsi obat dengan cara asal-asalan. Sampai kini jutaan orang di semua dunia punya kebiasaan minum obat pereda sakit setiap saat menanggung derita sakit kepala, sakit pinggang, nyeri otot, sakit gigi, serta penyakit yang menyebabkan nyeri lain. Sebagian type obat pereda rasa sakit yang di jual bebas di market yaitu aspirin, ibuprofen, serta acetaminophen. Obat-obatan ini tak memiliki kandungan bahan narkotik atau morfin hingga tak mengakibatkan pasien kecanduan mengkonsumsi obat itu. Hal semacam ini tidak sama dengan type obat keras pereda rasa nyeri kelompok narkotik, seperti meperidine, hydrocodone, serta hydromorphone hydroclorida. Menurut Armen Muchtar dari Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Kampus Indonesia, obat kelompok narkotik mengakibatkan ketergantungan pada pemakainya. ”Bila konsumsi obat ini, tanda-tanda nyeri bakal reda hingga pasien bakal terasa nyaman serta tenang, ” katanya. Obat-obatan kelompok narkotik itu merubah reseptor di otak hingga menyebabkan rasa euforia, ketenangan hati, tak akan gelisah hingga pasien dapat istirahat. Obat-obatan keras itu dapat juga dipakai oleh pasien depresi. Sebab, pasien yang diserang depresi bakal terasa nyeri pada sebagian organ badannya. Terlebih, di kelompok selebriti seperti Michael Jackson, yang dituntut senantiasa tampak sempurna dihadapan beberapa orang, keperluan pada obat-obatan itu diprediksikan semakin besar. ”Obat-obatan pereda sakit kelompok narkotik bekerja pada system saraf pusat dengan menambah ambang rasa sakit, ” kata Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Farmakologi Indonesia Prof Iwan Dwiprahasto. Efeknya, obat-obatan ini bakal menghimpit system pernafasan hingga dapat menyebabkan masalah pernafasan apabila dipakai terlalu berlebih. Desakan darah bakal turun serta pernafasan melemah hingga pada akhirnya pasien berisiko tinggi alami kolaps pada aliran darah serta berlangsung henti jantung dengan cara mendadak. Hal semacam ini berlangsung jika pasien di beri dosis sangat tinggi atau bila pasien di beri sebagian type obat pereda rasa sakit kelompok narkotik sekalian. ”Karena dampak obat ini begitu keras, obat-obatan kelompok narkotik ini tak di jual bebas di market, pemakaiannya juga dipantau dengan cara ketat, ” kata Iwan. Mengingat obat-obatan keras itu berbentuk adiktif, penggunaannya cuma bisa dalam periode pendek. Jika dikonsumsi dalam periode panjang, bisa menyebabkan kecanduan serta membahayakan keselamatan jiwa pasien. Itu lantaran ambang sakit pada pasien bakal semakin tinggi hingga dosisnya selalu dinaikkan. Dalam praktek, obat-obatan itu tak diberikan pada pasien rawat jalan. Resiko kesehatanBelakangan penggunaan obat pereda rasa nyeri bukanlah kelompok narkotik juga mulai diperketat. Menurut Tubuh Pengawas Obat serta Makanan Amerika Serikat (FDA), semuanya obat anti-inflamasi atau pereda nyeri berisiko menyebabkan masalah pencernaan, kardiovaskular, serta reaksi pada kulit. Karenanya, FDA memohon semuanya produsen obat itu mencantumkan peringatan mengenai resiko itu pada label produknya. Hal semacam ini diperkuat oleh hasil studi yang dipublikasikan dalam jurnal The Archives of Internal Medicine. Dalam hasil studi yang dikerjakan beberapa peneliti dari Brigham and Women’s Hospital, Boston, AS, obat-obatan pereda rasa nyeri itu tingkatkan desakan darah serta resiko penyakit jantung, terlebih pada pria. Jadi, pria yang konsumsi obat pembasmi sakit sehari-hari sepanjang satu minggu bakal terserang desakan darah tinggi. Dalam studi itu, sekitaran 16. 000 pria dilihat kisah kesehatan mereka. Mereka yang konsumsi parasetamol 6-7 kali dalam satu minggu desakan darahnya lebih tinggi dari pada mereka yang bebas obat. Obat anti-peradangan nonsteroid (NSAIDS), seperti ibuprofen serta naproxen, resikonya naik 38 %. Mengenai pria yang minum pil NSAIDS 15 butir dalam satu minggu resikonya 48 % terserang hipertensi. Obat-obatan itu merubah kekuatan pembuluh darah melebar dan mengakibatkan sodium retention, aspek yang tingkatkan desakan darah. Karenanya, orang-orang butuh waspada dalam konsumsi obat-obatan, termasuk juga untuk meredakan rasa sakit.